Minggu, 30 Agustus 2015

Pemilihan Kata dan Makna Dalam Puisi



PEMILIHAN KATA DAN MAKNA DALAM PUSI
       A.    Pemilihan Kata

Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata-kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu (Waluyo, 1987:72).

       B.     Makna Dalam Puisi

Makna adalah isi atau kandungan nilai yang sekaligus menjadi pesan yang hendak disampaikan oleh sebuah puisi. Bila tidak ada makna atau tidak bermakna, maka keberadaan sebuah puisi dipertanyakan. Unsur yang membangun sebuah puisi, kata dan tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait, serta penetapan rima dan irama adalah untuk mengkomunikasikan makna puisi kepada pembaca. Melalui makna dan kebermaknaan inilah maksud penulisan puisi disampaikan dan dipahami pembaca. (

      1.      Diksi (Pemilihan Kata)

Penyair hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya. Selain itu, juga ingin mengekspresikan dengan ekspresi yang dapat menjilmakan pengalaman jiwanya tersebut, untuk itu haruslah dipilih kata setepatnya. Pemilihan kata dalam sajak disebut diksi (Pradopo, 2002: 54).

Seperti misalnya salah satu puisi Chairil Anwar, begitu cermat ia memilih kata-kata dan kalimatnya. Misalnya sajaknya “Aku” dalam Kerikil Tajam judulnya “Semangat”, dalam Deru Campur Debu. Chairil Anwar, (1978:12) dalam (Pradopo, 2002:54) berjudul “Aku”. Juga kata ‘Ku tahu’ pada baris kedua bait pertama, diganti ‘Ku mau’, sebagai berikut:

SEMANGAT

Kalau sampai waktu ku
‘Ku tahu tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
…..
            (Kerikil Tajam, h. 15)




AKU

Kalau sampai waktu ku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
…..
            (Deru Campur Debu, h. 7)

Chairil mengganti kata-kata itu kalau dirasa-rasakan, dalam kata ‘semangat’ itu terkandung arti perasaan yang menyala-nyala, berlebih-lebihan. Sedangkan dalam kata ‘aku’ itu, terkandung perasaan menunujukkan kepribadian penyair dan semangat individualistisnya. Dan judul yang lebih tepat adalah ‘aku’ dibandingkan ‘semangat’.

      2.      Kosa Kata

Menurut Slametmuljana dalam (Pradopo, 2002: 51), alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran sastrawan adalah bahasa. Baik tidaknya tergantung pada kecakapan sastrawan dalam menggunakan kata-kata dan segala kemungkinan di luar kata tak dapat dipergunakan, misalnya mimic, gerak, dan sebagainya.

Seorang penyair dapat juga mempergunakan kata-kata kuna yang sudah mati, tetapi harus dapat menghidupkan kembali. Misalnya sajak Amir Hamzah mempergunakan kata-kata marak dan leka yang tak pernah kedengaran lagi dalam kata-kata sehari-hari, yang artinya cahaya dan lena atau lalai, dalam sajaknya “Berdiri Aku”:

Benang raja mencelup ujung
Naik marak menyerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak

            3.      Denotasi dan Konotasi

Menurut Altenbernd, 1970 dalam (Pradopo, 2002: 58), Sebuah kata itu mempunyai dua aspek arti, yaitu denotasi adalah artinya yang membujuk, dan konotasi, yaitu ialah arti tambahannya. Denotasi sebuah kata adalah defenisi kamusnya, yaitu pengertian yang menunjuk benda atau hal yang diberi nama dengan kata itu, disebutkan, atau diceritakan.

Menurut Wellek, 1968 dalam (Pradopo, 2002: 58), Bahasa yang denotatif adalah bahasa yang menuju kepada korespodensi satu lawan satu antara tanda (kata itu) dengan (hal) yang ditunjuk. Jadi, satu kata itu menunjuk satu hal saja. Yang seperti ini ialah ideal bahasa ilmiah. Dalam membaca sajak orang harus mengerti arti kamusnya, arti denotatif, orang harus mengerti apa yang ditunjuk oleh tiap-tiap kata yang dipergunakan.

Namun dalam puisi (karya sastra pada umumnya),sebuah kata tidak hanya mengandung aspek denotasi saja. Bukan hanya berisi arti yang ditunjuk saja, masih ada arti tambahannya, yang ditimbulkan oleh asosiasi-asosiasi yang keluar dari denotasinya. Misalnya sajak W.S Rendra ini:
                       

               DI MEJA MAKAN
            Ia makan nasi dan isi hati
            Pada mulut terkunyah duka
            Tatapan matanya pada lain isi meja
            Lelaki muda yang dirasa
Tidak lagi dimilikinya
Ruang diributi jerit dada
Sambal tomat pada mata
Melelh air racun dosa
….
                        (BOOT, H. 34)

Sambal tomat pada mata; sambal tomat, sambal yang terbuat dari bahan tomat. Sambal itu rsanya pedas, tomat berwarna merah. Kalau dibayangkan sambal tomat ada di mata, maka rasanya pedas, pedih, sakit berwarna merah, serta berair mata, seperti kalau mata kena sambal tomat.

Kumpulan asosiasi-asosiasi perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata diperoleh dari setting yang dilukiskan itu disebut konotasi. Konotasi menambah denotasi dengan menunjukkan sikap-sikap dan nilai-nilai, dengan memberi daging (menyempurnakan) tulang-tulang arti yang telanjang dengan perasaan akal, begitu dikemukakan oleh Altenbernd, 1970 dalam (Pradopo, 2002: 59).

                 4.      Keindahan Kata

Menurut Slametmuljana, dalam (Pradopo, 2002: 93). Cara menyampaikan pikiran atau perasaan ataupun maksud-maksud lain menimbulkan gaya bahasa. Gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca.

Gaya bahasa itu menghidupkan kalimat dan member gerak pada kalimat. Gaya bahasa itu untuk menimbulkan reaksi tertentu, untuk menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca.

Tiap pengarang itu mempunyai gaya bahasa sendiri. Hal ini sesuai dengan sifat dan kegemaran masing-masing pengarang. Gaya (termasuk gaya bahasa) merupakan cap seorang pengarang. Gaya itu merupakan idiosyncracy (keistimewaan, kekhususan) seorang penulis kata Middleton Mury, dalam (Pradopo, 2002: 93), begitu juga kata Buffon gaya itu adalah orangnya sendiri (Lodge, 1969: 49). Meskipun tiap pengarang mempunyai gaya dan  cara sendiri dalam melahirkan pikiran, namun ada sekumpulan bentuk atau beberapa macam bentuk yang biasa dipergunakan. Jenis-jenis bentuk ini biasa disebut sarana retorika (rhetorical devices).

Sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran Altenbernd, dalam (Pradopo, 2002: 93). Dengan muslihat itu para penyair berusaha menarik perhatian, pikiran, hingga pembaca berkontemplasi atas apa yang dikemukakan penyair. Pada umumnya saran retorika ini menimbulkan ketegangan puitis karena pembaca harus memikirkan efek apa yang ditimbulkan dan dimaksudkan oleh penyairnya.

Sarana retorika itu bermacam-macam, namun setiap periode atau angkatan sastra itu mempunyai jenis-jenis sarana retorika yang digemari, bahkan setiap penyair itu mempunyai kekhususan dalam menggunakan dan memilih sarana retorika dalam sajak-sajaknya.

Dalam contoh sajak yang berikut kelihatan sarana retorika tautologi dikombinasi dengan pleonasme, keseimbangan, paralelisme dan penjumlahan.

St. Takdir Alisjahbana

DALAM GELOMBANG

Alun bergulung naik meninggi,
Turun melembah jauh ke bawah,
Lidak ombak menyerah buih,
Surut kembali di air grmuruh,

Kami mengalun di samud’ra-Mu,
Bersorak gembira tinggi membukit,
Sedih mengaduh jatuh ke bawah,
Silih berganti tiasa berhenti,

Di dalam suka di dalam duka,
Waktu bah’gia waktu merana,
Masa tertawa masa kecewa,

Kami berbuai dalam nafasmu,
Tiada kuasa tiada berdaya,
Turun naik dalam ‘rama-Mu.
                                                            (1984:4)

Dalam sajak tersebut tampak segalanya selalu berimbang dan simetris, berupa persamaan atau pertentangan: silih berganti – taiada berhenti; suka-duka;  tautbah’gia-merana; tertawa-kecewa. Keseimbangan ini disebabkan baik oleh tautologi, pleonasme, perseimbangan (balance), maupun paralelisme.

Tautologi ialah sarana retorika yang menyatakan hal atau keadaan dua kali; maksudnya supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar. Sering kata yang dipergunakan untuk mengulang itu tidak sama, tetapi artinya sama atau hamper sama. Misalnya: silih berganti tiada berhenti; tiada kuasa tiada berdaya.

Pleonasme (keterangan berulang) ialah sarana retorika yang sepintas lalu seperti tautology, tetapi kata yang kedua sebenarnya telah tersimpul dalam kata yang pertama. Dengan cara demikian, sifat atau hal yang dimaksudkan itu lebih terang bagi pembaca atau pendengar. Misalnya dalam sajak tersebut: naik meninggi, turun melembah jauh ke bawah, tinggi membukit, jatuh ke bawah.

Enumerasi ialah sarana retorika yang beruapa pemecahan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa bagian dengan tujuan agar hal atau keadaan itu lebih jelas dan nyata bagi pembaca atau pendengar (Slametmuljana, Ty:25). Dengan demikian, juga menguatkan suatu pernyataan atau keadaan, memberi intensitas.

Paralelisme (persejajaran) ialah mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya serupa. Kalimat yang berikut hanya dalam satu atau dua kata berlainan dari kalimat yang mendahului (Slametmuljana, Tt:29).

Segala kulihat segala membayang,
Segala ku pegang segala mengenang.

Retorik retisense sarana ini mempergunakan titik-titik banyak untuk mengganti perasaan yang tak terungkapkan. Penyair romantik banyak mempergunakan sarana retorika ini lebih-lebih sajak romantik remaja banyak menggunakannya.

Sajak-sajak angkatan 45 banyak mempergunaknnya sarana retorika hiperbola. Misalnya sajak Chairil Anwar berikut ini:

KEPADA PEMINTA-MINTA

Baik-baik, aku akan menghadap Dia
Menyerah diri dengan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku.

Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dati muka
Sambil berjalan kau usap juga.

Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah.
Mengganggu dalam mimpiku
Meghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku.

Baik, baik aku akan menghadap dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang aku lagi
Nanti darahku jadi beku.

                                    (1959:17)

Dalam sajak tersebut sarana retorika yang dominan adalah hiperbola, yaitu saran yang melebih-lebihkan suatu hal atau keadaan. Maksudnya ini untuk menyangatkan, untuk intensitas dan ekspresivitas. Seperti: jangan tentang lagi aku / nanti darahku jadi beku. Juga tampak dalam bait ke-2,3,4. Di sini hiperbola dikombinasi dengan penjumlahan (bait ke 2,3,4 ) maksudnya untuk lebih mengintensifkan pernyataan. Dengan demikian, lukisan menjadi sangat mengerikan dan menakutkan, perasaan dosa itu menjadi sangat terasa. Begitu juga ulangan-ulangan bentuk kerja itu member intensitas: mengganggu-meghempas-mengaum.

Paradoks adalah sarana retorika yang menyatakan sesuatu secara beralawanan, tetapi sebetulnya tidak bila sungguh-sungguh dipikir dan dirasakan. Seperti: hidup yang terbaring mati, ini sebuah kiasan yang artinya hidup yang tanpa ada pergerakan, tanpa ada perubahan ke arah yang baik.

Kiamus adalah sarana retorika yang menyatakan sesuatu diulang, dan salah satu bagian kalimatnya dibalik posisinya.

                   5.      Kesimpulan

Dalam membuat sebuah karya sastra salah satunya adalah puisi banyak sekali yang harus diperhatikan, mulai dari diksi (pemilihan kata), kosa kata, denotasi dan konotasi, serta keindahan kata tidak lupa pula makna dari sebuah puisi tersebut, sehingga karya sastra dapat menjadi sebuah karya yang bagus dan indah.

Jumat, 28 Agustus 2015

PUISI PERJUANGAN | NELFI JUNITA | UNIVERSITAS ISLAM RIAU (UIR)

Assallamulalaikum teman-teman :) apa kabarnya ni ?
Semoga sehat dan selalu diberkahi Allah swt ya :). Hari ini mumpung lagi senang-senang meskipun lagi GALAU tapi tetap bahagia dan semangat menjalani aktivitas pagi menjelang siang ini. Tapi sebenarnya udah siang deng :D. Kali ini saya akan membagikan ssedikit Puisi Ciptaan atau karya saya sendiri meskipun tidak begitu terlalu bagus yang penting jadilah untuk bagi pembaca mengisi waktu luang membaca puisi saya ini :). Okelah langsung saja ya :


17 Agustus 1945
karya : Nelfi Junita

Detik-Detik Proklamasi,
Detik-Detik Perjuangan Bangsa,
Detik-Detik air mata Indonesia,
Kami bersorak sorai menyambut kemerdekaan.

17 Agustus 1945
Kau tancapkan gemilang kemerdekaan,
Merah putih berkibar lepas,
Alunan Indonesia raya kami nyanyikan,
Di tanah ini, tanah negeriku ini, tanah ibu Pertiwiku, tanah bangsa kita,
Bangsa Indonesia.

Kau hilangkan rasa sakit,
Kau hilangkan rasa takut,
Menuju hari Kemerdekaan Indonesia.

17 Agustus 1945
Kami penerus bangsa Indonesia,
Bangsa yang kami banggakan,
Berjanji memegang teguh,
Tali persaudaraan,
Tali persatuan,
Tali kerakyatan,
Dan tali kedamaian,
Pejuangku 17 Agustus 1945.

Terima Kasih semoga bermanfaat :)

Puisi Lama dan Puisi Baru

Hai sobat yang hobinya membaca kali ini saya akan membagikan sedikit ilmu pengetahuan saya kepada sobat-sobat di rumah, di perjalanan dan di mana saja kalian berada mengenai Puisi. Pasti di antara sobat semua ada yang sudah mengetahui puisi itu sendiri. Baik lah saya akan memepersingkat huruf-huruf saya. Hehehe :), Oh ya jangan lupa komen dan sarannya ya. Semoga dapat membantu sobat-sobat sekalian :).

PUISI adalah bentuk karangan yang terikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat. Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.

1. PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :

- Jumlah kata dalam 1 baris
- Jumlah baris dalam 1 bait
- Persajakan (rima)
- Banyak suku kata tiap baris
- Irama

1. Ciri-ciri Puisi Lama

Ciri puisi lama:
a) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
b) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
c) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.

2. Jenis dan Contoh Puisi Lama

a) Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.

Contoh : Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu


b) Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran,  2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.

Contoh : Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati


c) Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.

Contoh : Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)


d) Seloka adalah pantun berkait.

Contoh : Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan


e) Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.

Contoh : Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )


f) Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.

Contoh : Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)


g) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.

Contoh : Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu


Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu


4. Ciri-ciri dari jenis puisi lama

a) Mantra

Ciri-ciri:
Ø Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
Ø Bersifat lisan, sakti atau magis
Ø Adanya perulangan
Ø Metafora merupakan unsur penting
Ø Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius
Ø Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan.

b) Pantun

Ciri – ciri :
Ø Setiap bait terdiri 4 baris
Ø Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
Ø Baris 3 dan 4 merupakan isi
Ø Bersajak a – b – a – b
Ø Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Ø Berasal dari Melayu (Indonesia)


c) Karmina

Ciri-ciri karmina
Ø Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan.
Ø Bersajak aa-aa, aa-bb
Ø Bersifat epik: mengisahkan seorang pahlawan.
Ø Tidak memiliki sampiran, hanya memiliki isi.
Ø Semua baris diawali huruf capital.
Ø Semua baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik.
Ø Mengandung dua hal yang bertentangan yaitu rayuan dan perintah.

d) Seloka

Ciri-ciri seloka
Ø Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair,
Ø Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
e) Gurindam

Ciri-ciri gurindam
Ø Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian
Ø baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.

f) Syair

Ciri-ciri syair
Ø Terdiri dari 4 baris
Ø Berirama aaaa
Ø Keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair

g) Talibun

Ciri-ciri:
Ø Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
Ø Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
Ø Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
Ø Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Ø Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d

B. PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.

1. Ciri-ciri Puisi Baru

a) Bentuknya rapi, simetris;
b) Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
c) Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
d) Sebagian besar puisi empat seuntai;
e) Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
f) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
 
2. Jenis-jenis dan Contoh Puisi Baru

Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
a) Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Contoh : Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “ Balada Matinya Seorang Pemberontak”

b) Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.

Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.

(Saini S.K)

c) Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.

Contoh :

Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa

Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)

d) Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.

Contoh :

Hari ini tak ada tempat berdiri

Sikap lamban berarti mati

Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan

Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.

(Iqbal)

e) Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.

f) Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.

Contoh :

Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)

g) Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.

Contoh :

Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidad penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)

Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:

a) DISTIKON

Contoh :
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)

b) TERZINA

Contoh :
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
Dari ; Madah Kelana
Karya : Sanusi Pane

c) QUATRAIN

Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)

d) QUINT

Contoh :
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)

e) SEXTET

Contoh :
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)

f) SEPTIMA

Contoh :
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)

g) STANZA ( OCTAV )

Contoh :
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)

h) SONETA

Contoh :
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)

4. Ciri-ciri dari Jenis Puisi Baru

Ciri puisi dari Jenis isinya :

a) Balada

Ciri-ciri balada
Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya.

b) Hymne

Ciri-ciri hymne
Lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau alma mater (Pemandu di Dunia Sastra).
Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernafaskan ke-Tuhan-an.

c) Ode

Ciri-ciri ode
Ciri ode nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.

d) Epigram

Epigramma (Greek); unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.

e) Romance

Romantique (Perancis); keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra

f) Elegi

Ciri-ciri elegi
Sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.

g) Satire

Satura (Latin) ; sindiran ; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)

Ciri puisi dari Jenis bentuknya :

a) Distikon
• 2 baris; sajak 2 seuntai
• Distikon (Greek: 2 baris)
• Rima – aa–bb

b) Terzina
Terzina (Itali: 3 irama)

c) Quatrain
• Quatrain (Perancis: 4 baris)
• Pada asalnya ada 4 rangkap
• Dipelopori di Malaysia oleh Mahsuri S.N.

d) Quint
Pada asalnya, rima Quint adalah /aaaaa/ tetapi kini 5 baris dalam serangkap diterima umum sebagai Quint (perubahan ini dikatakan berpunca dari kesukaran penyair untuk membina rima /aaaaa/

e) Sextet
• sextet (latin: 6 baris)
• Dikenali sebagai ‘terzina ganda dua’
• Rima akhir bebas

f) Septima
• septime (Latin: 7 baris)
• Rima akhir bebas

g) Oktav
• Oktaf (Latin: 8 baris)
• Dikenali sebagai ‘double Quatrain’

h) Soneta
· Terdiri atas 14 baris
· Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas 2 quatrain dan 2 terzina
· Dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut octav.
· Dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang disebut isi yang disebut sextet.
· Bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam
· Sextet berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa yang dilukiskan dalam ocvtav , jadi sifatnya subyektif.
· Peralihan dari octav ke sextet disebut volta
· Penambahan baris pada soneta disebut koda.
· Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 – 14 suku kata
· Rima akhirnya adalah a – b – b – a, a – b – b – a, c – d – c, d – c – d.


Sumber :

 http://www.kompasiana.com/ivah/pengertian-macam-macam-dan-contoh-puisi_5518885b813311ff689de80c

Rabu, 26 Agustus 2015

TUGAS MORFOLOGI BAHASA INDONESIA (UNIVERSITAS ISLAM RIAU)



TUGAS MORFOLOGI BAHASA INDONESIA
DOSEN : ERMAWATI .S. S.Pd., M.A
NAMA : NELFI JUNITA
NPM : 146210342 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2015
1.     Bagaimana dengan morfem afiks lainnya? Silahkan diidentifikasi !
2.      Beradasarkan kemampuan berdistribusi morfem-morfem pada kalimat berikut termasuk morfem apa ?
a.       Setiap malam ia berpesta pora menuruti hawa nafsunya,
b.      Balap sepeda bertajuk  Tour de Siak bakal dimulai besok.
3.      Carilah morfem-morfem afiks bahasa Indonesia yang tergolong produktif dan tak prodiktif dan contohnya !
4.      Cari contoh mengenai rumus penyebaran morfem meN- (ahmad, 2007:4).
Jawaban :
1.      Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya morfem afiks  yang disebut:
a.       Prefik, yaitu afiks yang dibubuhkan dikiri bentuk dasar, yaitu prefik ber-, prefik me-, prefik per-, prefik di-, prefik ter-, prefik se-, dan prefik ke-.
-          me : mencari
-          ber : beribadah
-          per : perebut
-          di : dihina
-          ter : terlambat
-          se : seenak
-          ke : ke sana
b.      infiks, yaitu afiks yang dibubuhkan ditengah kata, biasanya pada awal suku kata, yaitu infiks –el-, infiks –em-, dan infiks –er-.
-          -el- : selidik, gelembung, dan sebagainya.
-          -em- : gemerlap, gemetar, gemilang, gemuruh, dan sebagainya.
-          -er- : gerigi, serabut, seruling.
c.       Sufiks adalah afiks yang dibubuhkan di kanan bentuk dasar, yaitu sufiksk –kan, sufiks –I, sufiks –an, sufiks –nya.
-          -kan : biarkan
-          -I : maknai
-          -an : makanan
-          -nya : padanya
d.      Konfiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar secara bersamaan karena konfiks ini merupakan satu kesatuan afiks. Konfiks yang ada dalam bahasa Indonesia adalah konfiks ke-an, konfiks ber-an, konfiks pe-an, konfiks per-an, konfiks se-nya.
-          Ke-an : keajaiban
-          Ber-an : berkenaan
-          Pe-an : perasaannya
-          Per-an : perbuatan
-          Se-nya : selamanya
e.       Dalam bahasa Indonesia ada bentuk kata yang berklofiks, yaitu kata yang dibubuhi afiks pada kiri dan kanannya; tetapi pembubuhannya itu tidak sekaligus, melainkan bertahap. Kata-kata berklofiks dalam bahasa Indonesia adalah yang berbentuk:
-          Me-kan : melihatkan
-          Me-I : memaknai
-          Memper : memperlihat
-          Memper-kan : memperhatikan
-          Memper-I : mempercayai
-          Ber-kan : berlakukan
-          Di-kan : dinikahkan
-          Di-I : dimaknai
-          Diper- : diperjelas
-          Diper-kan : diperhatikan
-          Diper-I : dipercayai
-          Ter-kan : terlaksanakan
-          Ter-I : termaknai
-          Terper- :  terperdaya
-          Terper-kan : terperhatikan
-          Terper-I : terperdayai.
f.       Dalam ragam nonbaku ada afiks nasal yang direalisasikan dengan nasal m-, n-, ny-, ng-, dan nge-. Kridalaksana (1989) menyebut afiks nasal ini dengan istilah simulfiks. Contohny : nulis, nyisir, ngambil, dan ngecat.

2.      -Setiap malam ia berpesta pora menuruti hawa nafsunya.
-          Setiap : se (terikat), tiap (bebas)
-          Malam : (bebas)
-          Ia : (bebas)
-          Berpesta : ber (terikat), pesta (bebas)
-          Pora : (bebas)
-          Menuruti : me-I (terikat), turut (bebas)
-          Hawa : (bebas)
-          Nafsunya : nafsu (bebas), nya (terikat).
- Balap sepeda bertajuk  Tour de Siak bakal dimulai besok.
- balap : (bebas)
- sepeda : (bebas)
- bertajuk : ber (terikat), tajuk (bebas)
- bakal : (bebas)
- dimulai : di (terikat), mulai (bebas)
- besok : (bebas)
3.      - Afiks produktif (productive affix) adalah morfem afiks yang terus menerus mampu membentuk kata-kata baru. Contohnya : morfem afiks {ke-an} dapat membentuk kata baru : keterlaluan, keadilan, kedamaian, dan sebagainya.

-Afiks tak produktif (unproductive affix) adalah morfem afiks yang sudah tidak mampu lagi membentuk kata-kata baru.
4.      me-N :
-          me : l (melihat), r (meraba), m (memasak), n (menengok), ny (menyandra), ng (mengalah), w (mewujudkan), y (meyakini).
-          mem : b (membuka), f (memfasilitasi), v (memvisualkan).
-          men : t (mentandatangani), d (mendunia), c (mencampur), j (menjual).
-          Meng : k (mengkilat), g (menggendong), kh (mengkhawatirkan), a (mengabaikan), e (mengeluh), I (menginap), u (mengulang), o (mengopi).
-          Meny : s (menyesatkan).
-          Menge : mengecat, mengebom, mengetes, mengecor, dan sebagainya.